1. Pilar pembangunan ekonomi.
Menempatkan bidang ekonomi pada nomor pertama bukan tanpa maksud. Bila kita ingin wujudkan kesejahteraan, kebahagiaan bersama secara berkelanjutan, kunci pertamanya adalah segenap rakyat Bojonegoro memiliki pendapatan yang meningkat secara berkelanjutan. Karena itu fokus kebijakan ekonomi adalah bagaimana menjadikan Bojonegoro sebagai kawasan yang seluruh rakyat dapat melakukan aktifitas ekonomi, mendapatkan kesempatan beraktifitas yang dapat menyebabkan pendapatan berkelanjutan. Kaitannya dengan migas, bagaimana menjadikan kesempatan eksplorasi dan eksploitasi migas untuk kesempatan kesempatan pekerjaan, bisnis dan menciptakan peluang ekonomi disektor non migas, terutama pertanian, jasa, dan manufaktur.
Semua kebijakan mengarah pada kenaikan Indek pertanaman dan Indek Produksi. Intensifikasi lahan dan pemberian bibit tanaman produktif, sayur-sayuran dan bibit ikan dimaksudkan sebagai upaya perbaikan lingkungan hidup dan optimalisasi pendayagunaan lahan.
Kebijakannya antara lain :
Untuk mendukung sukses skenario ekonomi ini maka pembangunan waduk, embung, fasilitas pendidikan, kesehatan, Infrastruktur perhubungan ( transportasi) seperti di kereta api, lapangan terbang ( airport)
2. Pilar Lingkungan hidup.
Aktifitas ekonomi memerlukan dukungan lingkungan hidup yang sehat, sehingga kelak terwujud Bojonegoro kawasan yang nyaman untuk hidup, bermain, kerja, ibadah dan belajar. Lingkungan Hidup Bojonegoro yang berkualitas dan SDM yang sehat produktif.
Sejak ratusan tahun yang lalu Bojonegoro menghadapi problem, terlalu banyak air di saat tertentu, terlalu sedikit dan bahkan tidak ada air di beberapa kawasan pada saat kemarau. Ditambah sejak 15 tahun terakhir problem air dan udara kotor semakin meningkat, seiring dengan aktifitas ekonomi.
Mengapa terlalu banyak: karena curah hujan 14 kab/kota lain dapat secara bersamaan lewat bengawan Solo masuk ke kawasan Bojonegoro. Apalagi bila hujan lebat (melebihi 130 mm/jam) terjadi di kawasan Bojonegoro. Inilah yang menyebabkan banjir genangan, dan banjir bandang di kawasan akibat konsentrasi aliran air, terutama sejak penebangan hutan illegal era reformasi awal. Banjir genangan kiriman, bandang, kekeringan, kualitas air dan udara yg menurun hanyalah gejala yg nampak akibat kerusakan lingkungan hidup. Problem inilah yang menjadi perhatian (concern) pembangunan lingkungan Bojonegoro.
Pembangunan lingkungan hidup Bojonegoro dirahkan dalam rangka: dalam rangka mengurangi sumber kerusakan, memperbaiki kerusakan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan. Implementasinya antara lain: Revisi tataruang, kewajiban Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dan Analisis Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam setiap industri, penegakan hukum, gerakan penanaman pohon, gerbang bersinar Bojonegoro, pembuatan biopori, embung, infrastruktur irigasi, jalan paving, festifal Bengawan Solo, grebeg berkah Bojonegoro, dan lainnya
3. Pilar Modal manusia dan modal sosial.
Perubahan dari pertanian ke sektor lainnya dengan terus memperbaiki kualitas lingkungan hidup memerlukan dukungan sosial dan sumberdaya manusia. Dukungan sosial yang proaktif dan kondusif, saling percaya, terbuka terhadap kemungkinan baru. Manusia Bojonegoro harus menjadi Sumberdaya yang produktif, karena harus sehat lahir batin, sehat fisik dan karakter ketaqwaannya, inovatif dan kreatif dan berwasanan lingkungan hidup. Orang-orang Bojonegoro dengan kualitas semacam inilah yang kelak akan melahirkan berbagai terobosan wujudkan keunggulan Bojonegoro, bahkan melebihi apa yang kita bayangkan saat ini.
Untuk inilah program pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, ketahanan dan kesatuan bangsa dilakukan. Fokusnya terwujudnya modal budaya, dan modal sosial bagi seluruh rakyat Bojonegoro. Beberapa programnya antara lain: perbaikan infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara merata, peningkatan kualitas tenaga pendidikan dan kesehatan, pembukaan program dan jenis pelatihan ketrampilan yang relevan bagi rakyat, kerjasama dalam dan luar negeri, peningkatan kompetensi organisasi sipil dan pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau ada mengistilahkan sebagai Non Government Organisation ( NGO) untuk mendukung pembangunan Bojonegoro, melalui kiprah masing-masing serta pelatihan tenaga kerja vocasional dengan jumlah 12 000 orang guna meningkatkan ketrampilan masyarakat Bojonegoro ( no one left behind).
Sehebat hebatnya usaha pembangunan manusia dengan modal budaya dan modal sosial, pasti terdapat warga masyarakat yang gagal mengikuti gerbong transformasi. Untuk warga yang kurang beruntung ini Pemkab memberikan jaminan sosial untuk pendidikan dan kesehatan dasar, disamping tunjangan sosial yang diperlukan untuk menopang daya tahan hidupnya.
4. Pilar Kebijakan fiskal berkelanjutan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Bojonegoro akan memperoleh kenaikan pendapatan dari dana bagi hasil migas, dan kemungkinan bagian hasil bisnis Participating Interest. Namun bukan berarti tanpa masalah.
Pertama, masalah fluktuasi pendapatan, hal dipengaruhi tiga hal: harga internasional migas yang dapat naik turun drastis, kenaikan dan penurunan lifting yang sepenuhnya bukan dalam kewenangan Bojonegoro, keadaan politik pusat. Acapkali situasi nasional membuat para pemimpin pusat menunda transfer pembagian dana bagi hasil. Keadaan ini sudah beberapa kali dialami Bojonegoro dan berakibat pada hampir gagal bayar pada sejumlah proyek yang dilaksanakan. Dari sisi pendapatan, ini maka Bojonegoro harus hati-hati dalam membuat estimasi pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) yang akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Apalagi Undang Undang di Indonesia mengatur bahwa daerah yang berpendapatan tinggi, tidak mendapatkan DAK dan DAU akan dikurangi bisa sampai nol.
Masalah kedua yang dihadapi Bojonegoro, bagaiamana dalam ketidakpastian pendapatan seperti itu dapat mengalokasikan anggarannya secara tepat dan berimplikasi pada kemampuan Bojonegoro membiyayai pembangunan secara berkelanjutan.
Dalam rangka itulah maka kebijakan penganggaran Bojonegoro dilaksanakan :
a. Dalam mengelola APBD, saat pendapatan migas naik turun tajam, Bojonegoro memilih membiarkan sisa hasil pendapatan (SILPA) lebih besar sehingga sewaktu waktu DBH Migas tidak terealisasi secara teknis sudah ada dana segar yang menjadi cadangan.
Pengalaman tahun 2009 Bojonegoro hampir gagal bayar, setelah dana bagi hasil migas direvisi dua kali oleh pusat, dan realisasinya jauh lebih sedikit dari permenkeu terakhir saat itu.
b. Menginvestasikan disektor kuangan : saham dan tambah modal. tahun 2008 Pemkab Bojonegoro menanggung hutang sekitar 350 milyar, dengan APBD 900an miyar. Akibatnya menjadi penghutang kepada bank Jatim, 111 milyar. Tahun 2012 Bojonegoro bukan hanya melunasi hutangnya tapi sekaligus menjadi pemilik saham terbesar keempat. Terhadap Bank UMKM Jatim Bojonegoro sampai tahun 2016 mentarget setor modal 100 milyar, dan menempatkanya sebagai pemilik terbesar kedua setelah Pemprov. Untuk Bank Pemberdayaan Rakyat (BPR) sampai tahun 2016 modal disetor diharapkan tuntas 400 milyar. Hingga tahun 2015, 250 milyar modal disetor. Penempatan pendapatan daerah pada sektor perbangkan ini, selain dimaksudkan untuk investasi sekaligus dimaksudkan untuk mendorong iklim usaha bagi rakyat Bojonegoro. Jumlah modal disetor dapat saja terus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi dan kemampuan rakyat Bojonegoro.
c. Membentuk dana abadi. Dana abadi dimaksudkan untuk mengantisipasi masa dimana DBH yang diperoleh Bojonegoro tidak lagi cukup untuk membiayai pembangunan. Dari daerah kategori fiskal tinggi menjadi rendah. Karena itulah maka diperlukan dana abadi yang kelak keuntungannya kelak dapat digunakan untuk membiayai fokus utama pembangunan Bojonegoro, yaitu manusia Bojonegoro.
Ada dua sumber dana abadi yang dimungkinkan: pertama 100 persen keuntungan PI, dan kedua dari DBH. Idealnya Bojonegoro memiliki sekurang-kurangnya dua milyar USD, atau 20 sd 24 trilyun rupiah. Dengan asumsi konservatif pendapatan bunga 6 persen saja maka Bojonegoro akan memperoleh tidak kurang 1 trilyun rupiah. Bila selama tujuh tahun dari sekarang ekonomi Bojonegoro tumbuh pesat maka PADnya bisa mencapai 1 trilyun, ditambah pendapatan lainnya 1 trilyun. Rasanya kekuatan APBD Bojonegoro masih cukup lumayan, di atas 3 trilyun.
Dana abadi ini bisa saja terus dinaikkan, bila kelak hanya 50 persen keuntungannya yang digunakan, sementara 50 persennya untuk tambahan. Untuk menjaga kemanan dana maka penggunaan dana abadi 90 persen diinvestasikan di sektor keuangan yang paling aman. Dalam rangka menjaga sifat keabadian dana abadi maka dalam perda dinyatakan bahwa sifat keabadian dana tersebut tidak dapat dirubah kecuali dengan persetujuan 60 rakyat Bojonegoro. Sementara untuk menjamin efektifitas penggunaan dana keuntungan maka harus diawasi oleh badan pengawas yang menggambarkan kekuatan rakyat Bojonegoro.
5. Pilar pemerintahan yang cerdas, baik dan bersih. ( Good Governance).
Untuk menjalankan pilar ekonomi, lingkungan hidup, modal manusia dan modal sosial, menjalankan kebijakan fiskal yang benar diperlukan adanya pemerintahan yang kuat, cerdas, sehat, bersih dan proaktif terhadap segala dinamika masyarakat, pengusaha, kelompok sipil dan kekuatan politik.
Walaupun demokrasi mengandalkan adanya kelompok usaha dan masyarakat madani yang kuat namun sangat diperlukan adanya birokrasi yang melayani dengan tepat, cepat dan berorientasi pada manfaat terbesar untuk rakyat.Dalam kerangka itulah maka reformasi Birokrasi dan pendayagunaan aparatur dilaksanakan. Beberapa kebijakan dan program yang dijalankan: meritokrasi pada rekruitmen dan promosi ataupun demosi, peningkatan kapasitas aparatur melalui pelatihan yang efektif, penataan fungsi dan organisasi, penciptaan budaya belajar, transparansi tata kelola, implementasi Informasi dan Teknologi ( IT) atau electronik pada banyak kegiatan sehingga akan sangat transparan, cepat dan tepat misalnya dalam menkanisme aduan masyarakat atau layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat ( LAPOR ), peningkatan keakuratan data terkait potensi penduduk dengan melibatkan Tim Penggerak PKK desa melalui pendataan oleh kelompok Dasa Wisma
6. Pilar Kepemimpinan transformatif.
Secara sadar Bojonegoro perlu mempromosikan, mewujudkan dan menjaga kepemimpinan tranformastif pada kepemimpinan politik, sosial. bisnis dan birolkrasi. Kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang menggerakkan dan mengelola perubahan secara terus menerus. Untuk menjalankan lima misi elemen pembangunan keberlanjutan Bojonegoro tidak dapat dikelola dengan kepemimpinan yang semata-mata berorientasi pada status quo, status harmonis. Sebaliknya tranformasi harus dikelola dengan pendekatan dinamis harmonis. Khusus tentang terwujudnya kepemimpinan transformatif ini maka parta pilitik, ormas, dan organisasi sipil harus ikuta mengambil tangung jawab.karena disitulah praktek kepemimpinan dijalankan, namun dari situlah jugalah sumber kepemimpinan dilahirkan. Pemerintah sekedar bertugas menfasilitasi segenap proses komunikasi transformatif antar elemen rakyat.
Sangat Puas
100 % |
Puas
0 % |
Cukup Puas
0 % |
Tidak Puas
0 % |