1. Pilar pembangunan ekonomi. 

Menempatkan bidang ekonomi pada nomor pertama bukan tanpa maksud. Bila kita ingin wujudkan kesejahteraan, kebahagiaan bersama secara berkelanjutan, kunci pertamanya adalah segenap rakyat Bojonegoro memiliki pendapatan yang meningkat secara berkelanjutan. Karena itu fokus kebijakan ekonomi adalah bagaimana menjadikan Bojonegoro sebagai kawasan yang seluruh rakyat dapat melakukan aktifitas ekonomi,  mendapatkan kesempatan beraktifitas yang dapat menyebabkan pendapatan berkelanjutan. Kaitannya dengan migas, bagaimana menjadikan kesempatan eksplorasi dan eksploitasi migas untuk kesempatan kesempatan pekerjaan, bisnis dan menciptakan peluang ekonomi disektor non migas, terutama pertanian, jasa, dan manufaktur.

  • Menangkap sebesar-besarnya peluang pekerjaan, bisnis, baik sendiri maupun kerja sama. Dalam rangka transparansi maka Bojonegoro menerbitkan beberapa Peraturan Daerah (Perda) antara lain Perda No 23 Tahun 2013 Tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Dalam Pelaksanaan Ekplorasi dan Ekploitasi serta Pengolahan Minyak dan Gas Bumi ( terkenal dengan Perda Konten Lokal) Juga ada Perda No 6 tahun 2012 Tentang Transparansi Tata Kelola Pendapatan Lingkungan dan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Namun kuncinya tetap pada usaha seluruh elemen rakyat Bojonegoro dan masing-masing, kesempatan di migas menuntut profesionalisme yang sangat tinggi
  • Optimalisasi potensi yang ada: pangan dan agrowisata. Mayoritas rakyat Bojonegoro hidup dari pertanian, selain karena SDMnya sejak awal secara budaya mengarah ke pertanian, hingga kini pertanian masih menjadi penopang utama kehidupan sebagian besar takyat Bojonegoro. Arah kebijakan dibidang pertanian-peternakan-perikanan pada upaya peningkatan produktifitas, melalui optimaliasi pendayagunaan lahan dan kenaikan indek produksi. Untuk padi misalnya maka dilakukan segala usaha,  aya telah menetapkan 11 pokok kebijakan pangan, melalui 11  instruksi Bupati Yaitu :
  1. Penggunaan lahan: jaga ketersediaan lahan, optimalisasi penggunaan lahan, melokalisir penggunaan lahan untuk non pangan
  2. Bibit, Benih: tentukan kesesuaian benih/bibit dengan lahan dan cuaca, adakan dan sosialisasikan penggunaan bibit/benih unggul,
  3. Pola tanam/kelola ternak: Tetapkan dan sosialisasikan pola tanam atau pola kelola terbaik, baik yang menyangkut pola tanam maupun pengelolaan ternak. Disamping dorong lahirnya kelembagaannya pertanian/peternakan/ perikanan yang menjamin keterlindungan dan keberlanjutan usaha.
  4. 4.   Sosialisasikan dan mantapkan pola panen berkelanjutan :               Usahakan mediasi hasil panen, dan promosikan hasil panen, dan dorong lahirnya usaha kecil maupun menengah dan besar bidang pengelolaan hasil produksi
  5. 5.   Sumber Daya Manusia (SDM) : tingkatkan  kemampuan, ketrampilan para pelaku usaha pertanian, peternakan dan perikanan agar mampu bertahan dan berdaya saing. Dorong lahirnya tenaga tenaga baru yang kompeten
  6. 6.   Sinergi inovasi dan pasar: fasilitasi penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta inovasi dengan berbagai pihak yang kompeten (lembaga penelitian, Perguruan Tinggi, Perusahaan dan organisasi profesi/ asosiasi) untuk memperkuat daya saing dan antisipasi kebutuhan pasar
  7. Keuangan/pembiayaan: perkuat struktur permodalan lembaga keuangan Pemkab dalam rangka mendukung seluruh usaha bidang pertanian, peternakan dan perikanan (agrobisnis). Disamping juga menggalang sinergitas dengan berbagai lembaga keuangan lokal, regional, nasional dan internasional
  8. Organisasi pelayanan, peningkatan, pemberdayaan dan pencapaian daya saing : semua satker harus memiliki unit yang menjadi contoh terpadu bagi usaha bidang agrobisnis, yang sekaligus menjadi pusat belajar bagi para pelaku usaha. Di unit inilah para ahli internal dan eksternal bekerja
  9. Bangun dan kembangkan  kelompok belajar, baik yang berbasis masyarakat, pendidikan,  profesi, untuk menciptakan suasana belajar dan kewirausahaan
  10. Gunakan dan sosialisasikan teknologi informasi  : untuk memperkuat seluruh proses mata rantai usaha agrobisnis.
  11. Infrastruktur :  adakan, sediakan dan kelola seluruh imfrastruktur yang mendukung suksesnya lumbung pangan, terutama air, jalan, pergudangan/pasar dan alat angkut.

 

Semua kebijakan mengarah pada kenaikan Indek pertanaman dan Indek Produksi. Intensifikasi lahan dan pemberian bibit tanaman produktif, sayur-sayuran dan  bibit ikan dimaksudkan sebagai upaya perbaikan lingkungan hidup dan optimalisasi pendayagunaan lahan.

 

  • Diversifikasi. Dengan modal lahan yang sangat terbatas, rerata kepemilikan lahan pertanian 0,2 ha per petani, seberapapun besarnya produktifitas pertanian, sulit dibayangkan dapat mengangkat rakyat Bojonegoro keluar dari kemiskinan. Untuk inilah upaya diversifikasi dan ekstensifikasi pertanian dan sektor non pertanian harus digenjot.

 

Kebijakannya antara lain :

  1. Peningkatan hasil pertanian organik yang bernilai ekonomi lebih tinggi.,
  2. Sertifikasi produk pertanian, sekaligus persyaratan memasuki Masyarakat Ekonomi Asia 2016.
  3. Pemberian nilai tambah lewat agrowisata, produk pengolahan berbahan hasil pertanian-peternakan dan perikanan.
  4. Mendorong iklim usaha dan investasi di Bojonegoro agar lebih cepat tumbuh. Dengan kemudahan perizinan, pendampingan dan pemberian insentif bagi usaha yang padat karya di wilayah pedesaan (Perbup/Perda insentif) antara lain: pembangunan infrastruktur pendukung, Upah umum pedesaan, Training bagi calon pekerja, dan lainnya yang diperlukan. Sangat diharapkan kelak diantara beberapa desa ada industri atau manufakture sehingga memberi kesempatan bagi ibu-ibu dan pemuda-pemudi sekitarnya mendapatkan tambahan penghasilan. Untuk inilah maka dibentuk tim promosi, penjemputan dan dukungan sosial.
  5. Wisata, Bojonegoro memang tidak dikaruniai laut dan alam nan elok, namun bukan berarti tidak dapat mengembangkan wisata. Pengalaman kota atau negara lain menunjukkan, seiring dengan keberhasilan industri disatu sektor maka wisata akan mengikuti. Wisata Bojonegoro diarahkan pada wisata buatan: pusat budaya dan industri kreatif,  kebun raya, kebun Blimbing, Salak, Jambu atau lainnya. Wisata even: olahraga, meeting, konferensi, banjir dan kekeringan.   Wisata alamiah: hutan Jati, khayangan api, wisata kawasan migas. Pembangunan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan guna mendukung sukses program ini. Pembangunan sarana olahraga, tempat ibadah, taman publik, pasar tradional, perkantoran dan falisitas lainnya harus diarahkan tidak sekedar memenuhi fungsi pokoknya namun juga dimaksudkan sebagai daya tarik wisata. Wisata diharapkan mendorong sektor perdagangan, jasa dan industri kreatif Bojonegoro (kerajinan, seni dan IT).
  6. Industri jasa pendidikan dan kesehatan. Selama ini fokus Pemerintah kabupaten  Bojonegoro dalam bidang ini adalah pelayanan dasar, maksudnya bagaimana memberikan pelayanan dasar lkepada segenap rakyat Bojonegoro yang membutuhkan. Ke depan sektor pendidikan dan kesehatan dapat menjadi industri dan daya saing Bojonegoro, yaitu pada saat orang-orang luar Bojonegoro datang ke Bojonegoro dan rela membayar untuk mendapatkan layanan pendidikan, pelatihan dan jasa kesehatan.

Untuk mendukung sukses skenario ekonomi ini maka pembangunan waduk, embung, fasilitas pendidikan, kesehatan, Infrastruktur perhubungan ( transportasi) seperti di kereta api, lapangan terbang ( airport)

 

2. Pilar Lingkungan hidup.

Aktifitas ekonomi memerlukan dukungan lingkungan hidup yang sehat, sehingga kelak terwujud Bojonegoro kawasan yang nyaman untuk hidup, bermain, kerja, ibadah dan belajar. Lingkungan Hidup Bojonegoro yang berkualitas dan SDM yang sehat produktif.

Sejak ratusan tahun yang lalu Bojonegoro menghadapi problem, terlalu banyak air di saat tertentu, terlalu sedikit dan bahkan tidak ada air di beberapa kawasan pada saat kemarau.  Ditambah sejak 15 tahun terakhir problem air dan udara  kotor semakin meningkat, seiring dengan aktifitas ekonomi.

Mengapa terlalu banyak: karena curah hujan 14 kab/kota lain dapat secara bersamaan lewat bengawan Solo masuk ke kawasan Bojonegoro. Apalagi bila hujan lebat (melebihi 130 mm/jam) terjadi di kawasan Bojonegoro. Inilah yang menyebabkan banjir genangan, dan banjir bandang di kawasan akibat konsentrasi aliran air, terutama sejak penebangan hutan illegal era reformasi awal. Banjir genangan kiriman, bandang, kekeringan, kualitas air dan udara yg menurun hanyalah gejala yg nampak akibat kerusakan lingkungan hidup. Problem inilah yang menjadi perhatian (concern) pembangunan lingkungan Bojonegoro.

Pembangunan lingkungan hidup Bojonegoro dirahkan dalam rangka:  dalam rangka mengurangi sumber kerusakan, memperbaiki kerusakan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan.  Implementasinya antara lain: Revisi tataruang, kewajiban Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) dan Analisis Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam setiap industri,  penegakan hukum, gerakan penanaman pohon, gerbang bersinar Bojonegoro, pembuatan biopori, embung, infrastruktur irigasi,  jalan paving, festifal Bengawan Solo, grebeg berkah Bojonegoro, dan lainnya

 

3. Pilar Modal manusia dan modal sosial.

Perubahan dari pertanian ke sektor lainnya dengan terus memperbaiki kualitas lingkungan hidup memerlukan dukungan sosial dan sumberdaya manusia. Dukungan sosial yang proaktif dan kondusif, saling percaya, terbuka terhadap kemungkinan baru. Manusia Bojonegoro harus menjadi Sumberdaya yang produktif, karena harus sehat lahir batin, sehat fisik dan karakter ketaqwaannya, inovatif dan kreatif dan berwasanan lingkungan hidup. Orang-orang Bojonegoro dengan kualitas semacam inilah yang kelak akan melahirkan berbagai terobosan wujudkan keunggulan Bojonegoro, bahkan melebihi apa yang kita bayangkan saat ini.

Untuk inilah program pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, ketahanan dan kesatuan bangsa dilakukan. Fokusnya terwujudnya  modal budaya, dan modal sosial bagi seluruh rakyat Bojonegoro. Beberapa programnya antara lain: perbaikan infrastruktur pendidikan dan kesehatan secara merata, peningkatan kualitas tenaga pendidikan dan kesehatan, pembukaan program dan jenis pelatihan ketrampilan yang relevan bagi rakyat, kerjasama dalam dan luar negeri, peningkatan kompetensi organisasi sipil dan pemberdayaan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau ada mengistilahkan sebagai Non Government Organisation ( NGO) untuk mendukung pembangunan Bojonegoro, melalui kiprah masing-masing serta pelatihan tenaga kerja vocasional dengan jumlah 12 000 orang guna meningkatkan ketrampilan masyarakat Bojonegoro ( no one left behind).

Sehebat hebatnya usaha pembangunan manusia dengan modal budaya dan modal sosial, pasti terdapat warga masyarakat yang gagal mengikuti gerbong transformasi. Untuk warga yang kurang beruntung ini Pemkab memberikan jaminan sosial untuk pendidikan dan kesehatan dasar, disamping tunjangan sosial yang diperlukan untuk menopang daya tahan hidupnya.

4. Pilar Kebijakan fiskal berkelanjutan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Bojonegoro akan memperoleh kenaikan pendapatan dari dana bagi hasil migas, dan kemungkinan bagian hasil bisnis Participating Interest. Namun bukan berarti tanpa masalah.

Pertama, masalah fluktuasi pendapatan, hal dipengaruhi tiga hal: harga internasional migas yang dapat naik turun drastis, kenaikan dan penurunan lifting yang sepenuhnya bukan dalam kewenangan Bojonegoro, keadaan politik pusat. Acapkali situasi nasional membuat para pemimpin pusat menunda transfer pembagian dana bagi hasil. Keadaan ini sudah beberapa kali dialami Bojonegoro dan berakibat pada hampir gagal bayar pada sejumlah proyek yang dilaksanakan. Dari sisi pendapatan, ini maka Bojonegoro harus hati-hati dalam membuat estimasi pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH)  yang akan dimasukkan dalam  Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Apalagi Undang Undang di Indonesia mengatur bahwa daerah yang berpendapatan tinggi, tidak mendapatkan DAK dan  DAU akan dikurangi bisa sampai nol.

Masalah kedua yang dihadapi Bojonegoro, bagaiamana dalam ketidakpastian pendapatan seperti itu dapat mengalokasikan anggarannya secara tepat dan berimplikasi pada kemampuan Bojonegoro membiyayai pembangunan secara berkelanjutan.

Dalam rangka itulah maka kebijakan penganggaran Bojonegoro dilaksanakan :

  • Belanja fokus pada hal yang mendasar: pengembangan sdm yang sasarannya menjadikan rakyat bojonegoro sehat lahir batin dan produktif; Belanja SDM untuk menciptakan daya saing daerah meningkat; Pembangunan modal sosial; pembangunan infrastruktur yang relevan untuk menopang strategi pembangunan ekonomi dan sdm
  • Dalam rangka  wujudkan kemampuan fiskal berkelanjutan Bojonegoro memilih jalan:

a. Dalam mengelola APBD, saat pendapatan migas naik turun tajam, Bojonegoro memilih membiarkan sisa hasil pendapatan (SILPA) lebih besar sehingga sewaktu waktu  DBH Migas  tidak terealisasi secara teknis sudah ada dana segar yang menjadi cadangan.

Pengalaman tahun 2009 Bojonegoro hampir gagal bayar, setelah dana bagi hasil migas direvisi dua kali oleh pusat, dan realisasinya jauh lebih sedikit dari permenkeu terakhir saat itu.

b. Menginvestasikan disektor kuangan : saham dan tambah modal. tahun 2008 Pemkab Bojonegoro menanggung hutang sekitar 350 milyar, dengan APBD 900an miyar. Akibatnya menjadi penghutang kepada bank Jatim, 111 milyar. Tahun 2012 Bojonegoro bukan hanya melunasi hutangnya tapi sekaligus menjadi pemilik saham terbesar keempat. Terhadap Bank UMKM Jatim Bojonegoro sampai tahun 2016 mentarget setor modal 100 milyar, dan menempatkanya sebagai pemilik terbesar kedua setelah Pemprov. Untuk Bank Pemberdayaan Rakyat (BPR) sampai tahun 2016 modal disetor diharapkan tuntas 400 milyar. Hingga tahun 2015, 250 milyar modal disetor. Penempatan pendapatan daerah pada sektor perbangkan ini, selain dimaksudkan untuk investasi sekaligus dimaksudkan untuk mendorong iklim usaha bagi rakyat Bojonegoro. Jumlah modal disetor dapat saja terus ditingkatkan sesuai dengan tuntutan perkembangan ekonomi dan kemampuan rakyat Bojonegoro.

c. Membentuk dana abadi. Dana abadi dimaksudkan untuk mengantisipasi masa dimana DBH yang diperoleh Bojonegoro tidak lagi cukup untuk membiayai pembangunan. Dari daerah kategori fiskal tinggi menjadi rendah. Karena itulah maka diperlukan dana abadi yang kelak keuntungannya kelak dapat digunakan untuk membiayai fokus utama pembangunan Bojonegoro, yaitu manusia Bojonegoro.

Ada dua  sumber dana abadi yang dimungkinkan: pertama 100 persen keuntungan PI, dan kedua dari DBH. Idealnya Bojonegoro memiliki sekurang-kurangnya dua milyar USD, atau 20 sd 24 trilyun rupiah. Dengan asumsi konservatif pendapatan bunga 6 persen saja maka Bojonegoro akan memperoleh tidak kurang 1 trilyun rupiah. Bila selama tujuh tahun dari sekarang ekonomi Bojonegoro tumbuh pesat maka PADnya bisa mencapai 1 trilyun, ditambah pendapatan lainnya 1 trilyun. Rasanya kekuatan APBD Bojonegoro masih cukup lumayan, di atas 3 trilyun.

 

Dana abadi ini bisa saja terus dinaikkan, bila kelak hanya 50 persen keuntungannya yang digunakan, sementara 50 persennya untuk tambahan. Untuk menjaga kemanan dana maka penggunaan dana abadi 90 persen diinvestasikan di sektor keuangan yang paling aman. Dalam rangka menjaga sifat keabadian dana abadi maka dalam perda dinyatakan bahwa sifat keabadian dana tersebut tidak dapat dirubah kecuali dengan persetujuan 60 rakyat Bojonegoro. Sementara untuk menjamin efektifitas penggunaan dana keuntungan maka harus diawasi oleh badan pengawas yang menggambarkan kekuatan rakyat Bojonegoro.

 

5. Pilar  pemerintahan yang cerdas, baik dan bersih. ( Good Governance).

Untuk menjalankan pilar ekonomi, lingkungan hidup, modal manusia dan modal sosial, menjalankan kebijakan fiskal yang benar diperlukan adanya pemerintahan yang kuat, cerdas, sehat, bersih dan proaktif terhadap segala dinamika masyarakat, pengusaha, kelompok sipil dan kekuatan politik.

Walaupun demokrasi mengandalkan adanya kelompok usaha dan masyarakat madani yang kuat namun sangat diperlukan adanya birokrasi yang melayani dengan tepat, cepat dan berorientasi pada manfaat terbesar untuk rakyat.Dalam kerangka itulah maka reformasi Birokrasi dan pendayagunaan aparatur dilaksanakan. Beberapa kebijakan dan program yang dijalankan: meritokrasi pada rekruitmen dan promosi ataupun demosi, peningkatan kapasitas aparatur melalui pelatihan yang efektif, penataan fungsi dan organisasi, penciptaan budaya belajar, transparansi tata kelola, implementasi Informasi dan Teknologi ( IT) atau electronik pada banyak kegiatan sehingga akan sangat transparan, cepat dan tepat misalnya dalam menkanisme aduan masyarakat atau layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat ( LAPOR ), peningkatan keakuratan data terkait potensi penduduk dengan melibatkan Tim Penggerak PKK desa melalui pendataan oleh kelompok Dasa Wisma

 

6. Pilar Kepemimpinan transformatif.

Secara sadar Bojonegoro perlu mempromosikan, mewujudkan dan menjaga kepemimpinan tranformastif pada kepemimpinan politik, sosial. bisnis dan birolkrasi. Kepemimpinan transformatif adalah kepemimpinan yang menggerakkan dan  mengelola perubahan secara terus menerus. Untuk menjalankan lima misi elemen pembangunan keberlanjutan Bojonegoro tidak dapat dikelola dengan kepemimpinan yang semata-mata berorientasi pada status quo, status harmonis. Sebaliknya tranformasi harus dikelola dengan pendekatan dinamis harmonis. Khusus tentang terwujudnya kepemimpinan transformatif ini maka parta pilitik, ormas, dan organisasi sipil harus ikuta mengambil tangung jawab.karena disitulah praktek kepemimpinan dijalankan, namun dari situlah jugalah sumber kepemimpinan dilahirkan. Pemerintah sekedar bertugas menfasilitasi segenap proses komunikasi transformatif antar elemen rakyat.

 


By Admin
Dibuat tanggal 31-03-2015
2415 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
100 %
Puas
0 %
Cukup Puas
0 %
Tidak Puas
0 %